Kamis, 13 Oktober 2016
takhalli 1
ABOUT
CONTACT US
PRIVACY POLICY
DISCLAIMER
Toggle navigation
TAKHALLI, TAHALLI, TAJALLI
11:54 PM
facebook
Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap yaitu Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi.
Dunia dan isinya, oleh para sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.
Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam dzikir.
Tahap ketiga adalah Tajalli, yaitu tahapan dimana kebahagian sejati telah datang.Syekh Abdul Qadir Jaelani menyebutnya sebagai insan kamil, manusia sempurna. Ia bukan lagi hewan, tapi seorang malaikat yang berbadan manusia. Rohaninya telah mencapai ketinggian kebahagiaan. Tradisi sufi menyebut orang yang telah masuk pada tahap ketiga ini sebagai waliyullah, kekasih Allah. Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia telah mencapai derajat tertinggi kerohanian manusia
PEMBAHASAN
Takhalli
“sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S As Syams (91) : 9-10)
Takhalliadalah mensucikan diri. Dalam hal ini disimbolkan dengan kisah pembedahan hati Nabi oleh Malaikat Jibril dengan air zam-zam. Harap dipahami bahwa pembedahan hati tersebut hanya simbol. Maksud dari simbol itu adalah untuk menemui Allah harus bersih atau suci dari penyakit hati. Artinya adalah manusia harus berusaha mensucikan dirinya. Karena Allah itu Maha Suci. Dia hanya akan menerima hamba-Nya yang suci. Mereka yang belum suci ya belum bisa kembali kepada-Nya. Ini berarti mereka masihberada di alam surga dan neraka-Nya. Sebagian dari mereka masih melakukan kejahatan. Sebagian dari mereka beribadah karena takut neraka (mental budak) dan sebagian mereka lagi beribadah karena berharap surga (mental pedagang). Jadi masih harus dilatih! Masih harus disempurnakan.
Bertakhalliadalah jihad yang paling besar karena harus mengalahkan diri sendiri. Harus mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Sifat-sifat iri, dengki, munafik, tamak, dan perbuatan lain yang merugikan orang haruslah dibuang jauh-jauh. Jelas bahwa musuh terbesar manusia bukanlah siapa-siapamelainkan dirinya sendiri. Ada sebuah ungkapan bijak dari Walt kelly yang mengatakan :“Kita telah menemukan sang musuh, dan ternyata dia adalah diri kita sendiri”. Dalam suatu Hadistnya, Nabi juga mengatakan bahwa orang mukmin yang kuat bukanlah yang kuat fisiknya melainkan yang mampu mengalahkan hawa nafsunya.
Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi. Dunia dan isinya, oleh para sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia.
Takhalli, berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan kehidupan duniawi. Dalam hal ini manusia tidak diminta secara total melarikan diri dari masalah dunia dan tidak pula menyuruh menghilangkan hawa nafsu. Tetapi, tetap memanfaatkan duniawi sekedar sebagai kebutuhannya dengan menekan dorongan nafsu yang dapat mengganggu stabilitas akal dan perasaan. Ia tidak menyerah kepada setiap keinginan, tidak mengumbar nafsu, tetapi juga tidak mematikannya. Ia menempatkan segala sesuatu sesuai dengan proporsinya, sehingga tidak memburu dunia dan tidak terlalu benci kepada dunia.
Jika hati telah dihinggapi penyakit atau sifat-sifat tercela, maka ia harus diobati. Obatnya adalah dengan melatih membersihkannya terlebih dahulu, yaitu melepaskan diri dari sifat-sifat tercela agar dapat mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji untuk memperoleh kebahagiaan yang hakiki.
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S An Nahl: 90)
Tahallli adalah mengisi hidup kita dengan kebajikan atau perbuatan yang baik seperti jujur, kasih sayang, sabar, ikhlas, mudah memberi maaf, menegakan perdamaian dan menebar salam kepada sesama manusia. Nah, sekarang ini sebagian umat Islam memposisikan dirinya ekslusif. Paling benar. Merasa paling masuk surga sendirian sehingga mengharamkan menjawab salam dari umat non muslim.
Padahal fatwa tersebut jelas menyalahi perintah Allah. Bahkan di Al Quran surah An Nisaa 4:94, pada saat berperang orang mukmin itu dilarang mengatakan “kamu bukan mukmin” terhadap orang yang mengucapkan salam. Dalam situasi perang saja kita diperintahkan demikian apalagi dalam situasi damai. Ayat lain di Al Quran juga memerintahkan hal yang sama :
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah ialah mereka yang berjalan dimuka bumi ini dengan rendah hati. Apabila orang jahil menyapa mereka, maka mereka berkata “Salam” (kata-kata yang baik).” (Q.S Al Furqan (25) : 63)
Coba kita baca kembali ayat diatas. Sangat jelas bahwa orang mukmin yang rendah hati pun akan membalas salam bahkan dari orang jahil atau iseng sekalipun. Inilah mukmin yang mampu mengajak orang lain ke sorga dengan menebar salam. Ayat diatas adalah ayat Quran, jadi tidak perlu ditanya lagi keshahihannya. Sayangnya oleh para ulama, ayat diatas dibatalkan oleh Hadist yang melarang menjawab salamnya orang non muslim. Tidaklah mengherankan jika kemudian Islam dipandang sebagian orang non muslim sebagai agama yang tidak bersahabat. Sungguh aneh jika Al Quran dihapus oleh Hadist. Seharusnya kita hanya mengambil Hadist yang tidak bertentangan dengan Quran. Kalau ada Hadist yang bertentangan dengan Quran sebaiknya tidak masuk hitungan meski diriwayatkan oleh perawi yang terkenal sekalipun.
Begitu juga dengan Hadist yang melarang menjawab salam dari kalangan non muslim harusnya jangan kita telan bulat-bulat. Jadi dalam hal ini kita harus berhati-hati dengan Hadist. Bukan berarti kita ingkar Hadist. Tapi berhati-hati dalam berfatwa menggunakan Hadist. Jangan kita terjebak mengagung-agungkan (taklid) kepada perawinya. Tidak ada jaminan dari Allah atau Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa perawi A atau B adalah perawi yang harus ditaati, dipercaya karena bebas dari kesalahan.
Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Pada saat tahalli, lantaran kesibukan dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya basah dengan lafadz kebesaran Allah yang tidak henti-hentinya didengungkan setiap saat. Tangannya berdzikir untuk kebesaran Tuhannya dalam berbuat. Begitu pula, mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap ini, hati akan merasai ketenangan. Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu. Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tidak akan menyertai kita saat maut menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang seringkali memperosokkan pada kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah. Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.
Tahalli
Setelah melalui tahap pembersihan diri dari segala sifat dan sikap mental yang tidak baik dapat dilalui, usaha itu harus berlanjut terus ke tahap kedua yang disebut tahalli. Yakni, mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji, dengan taat lahir dan bathin. Dalam hal ini Allah SWT berfirman : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. 16 : 90 )
Dengan demikian, tahap tahalli ini merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan tadi. Sebab, apabila satu kebiasaan telah dilepaskan tetapi tidak segera ada penggantinya maka kekosongan itu bisa menimbulkan prustasi. Oleh karena itu, setiap satu kebiasaan lama ditinggalkan, harus segera diisi dengan satu kebiasaan baru yang baik. Dari satu latihan akan menjadi kebiasaan dan dari kebiasaan akan menghasilkan kepribadian. Jiwa manusia, kata Al-Gazali, dapat dilatih, dapat dikuasai, bisa diubah dan dapat di bentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri.
Sikap mental dan perbuatan luhur yang sangat penting diisikan ke dalam jiwa seseorang dan dibiasakan dalam kehidupannya adalah taubah, sabar, kefakiran, zuhud, tawakkal, cinta, ma’rifah, dan kerelaan. Apabila manusia mampu mengisi hatinya dengan sifat-sifat terpuji, maka ia akan menjadi cerah dan terang.
Manusia yang mampu mengosongkan hatinya dari sifat-sifat yang tercela ( takhalli ) dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji ( tahalli ), segala perbuatan dan tindakannya sehari-sehari selalu berdasarkan niat yang ikhlas. Seluruh hidup dan gerak kehidupannya diikhlaskan untuk mencari keridhoan Allah semata. Karena itulah manusia yang seperti ini dapat mendekatkan diri kepada-Nya.
Tajalli
Secara kebahasaan At-tajalli adalah penampakan sesuatu bukan karena sebelumnya terhalang. Karena itulah ia berbeda dengan al-kasyf yang berarti ketersingkapan. (Demi siang kala tampak) Par ahli irfan nazhari menggambarkan secara umum tahap tajalli sebagai tahap ketika zat mutlak Allah Al-Haq dan semua kesempurnaanNya nampakdan menyeruak. Adapun ilustrasi detail proses penampakan itu, para ahli irfan nazhari, memberikan penguraian yang berbeda-beda. Sebagian menganggap al-hulul sebagai proses penampakan. Sebagian lain menganggap al-ittihad sebagai prosesnya. Sedangkan sebagian lain At-tajafi.
Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia lenyap dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah subhanahu wataala. Ia lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridhoan-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai ma’rifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.
Syekh Abdul Qadir Jaelani menyebutnya sebagai insan kamil, manusia sempurna. Ia bukan lagi hewan, tapi seorang malaikat yang berbadan manusia. Rohaninya telah mencapai ketinggian kebahagiaan. Tradisi sufi menyebut orang yang telah masuk pada tahap ketiga ini sebagai waliyullah, kekasih Allah. Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia telah mencapai derajat tertinggi kerohanian manusia.
Pada proses takhalli dan tahalli, seseorang berarti telah makrifat kepada Af’al, Asma dan Sifat-Nya. Puncak dari seagala makrifat adalah makrifat Dzat. Inilah yang disebut tajalli. Dalam istilah lain disebut juga Musyahadah atau Mukhasafah. Manusia yang sudah mencapai tajalli berarti ia telah bermikraj.
Dalam peristiwa Isra Mikraj, Nabi diceritakan telah sampai ke “Pohon Sidrah” (Pohon Lotus) yang biasa dikenal dengan sebutan Sidratul Muntaha. Dengan Mikraj berarti beliau telah sampai kepada bayt Allah lalu menemui-Nya. Nabi mengatakan : Ra’aitu Robbii fii ahsani su’uura (Aku telah melihat Tuhanku yang seelok-eloknya rupa yang tiada umpamanya). Dengan demikian, tidak ada hijab lagi antara diri dan Tuhannya. Yang ditemui adalah Cahaya diatas cahaya.
sholatnya orang-orang beriman (makrifat) sangatlah khusyu karena ketika mereka sholat, tidak ada hijab antara ia dan Tuhannya. Nabi bersabda :
“Sholat adalah mikrajnya orang-orang yang beriman”.Hanya orang-orang berimanlah yang mengalami Mikraj ketika sholatnya ini artinya mereka tidak menyembah adam sarpin (kekosongan). Mereka bashar (melihat) Allah ketika sholat dan Allah pun bashar kepada mereka.
Sebagian ahli irfan membagi At-tajalli dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. At-tajalli al-ilmi al-I’tiqadi. Yaitu tahap penampakan konsep-konsep keyakinan yang terbatas -berupa hijab pikiran-. Ini penampakan tak sejati.
2. At-tajalli asy-syuhudi. Yaitu tahap penampakan Al-haq dalam entitas-entitas subjektif dan objektif ketika busana selainNya telah lebih dulu dilucuti-. Sebagian menggambarkannya sebagai tahap penampakan Al-Haq berupa salinan muqayyad (terbatas, relatif) atau mutlak dalam forma (tampilan) segala maujud (entitas). Ini pempakan rendah.
3. At-tajalli al-wujudi asy-syahadi. Yaitu tahap penampakan Al-Haq yang terefleksikan dalam ketetapan-ketetapan dan pengaruh serta jejak entitas-entitas. Penampakan kedua ini merupakan konsekuensi dari penampakan pertama. Ini penampakan medium.
4. At-tajalli al-‘ilmi al-‘aini. Yaitu Yaitu tahap penampakan Al-Haq dalam forma pengetahuan tentang diriNya berupa forma entitas-entitas, potensi dan kapasitas-kapasitas. Kaum sufi menyebutnya dengan Al-faidh Al-Aqdas atau limpahan terkudus.
Imam Ghozali adalah salah seorang filsuf yang melakukan perjalanan panjang (salik) dalam menemui Tuhannya. Ia bahkan harus mengasingkan diri dari keramaian orang banyak (uzlah) agar tidak terganggu tirakatnya.
Tentu hidup di jaman sekarang sangat sulit mengasingkan diri dari keramaian orang. Uzlah yang harus dilakukan manusia modern hendaknya tidak harus menyendiri dari keramaian dan tidak harus melepas tanggung jawab dunia dengan meninggalkan anak, istri. Seorang sufi bernama Abu Said Al Khudri bahkan mengatakan :
“Manusia sempurna adalah orang yang duduk diantara semua mahluk, berdagang bersama mereka, menikah serta bercampur dengan sesama manusia. Namun mereka tidak lengah sedetikpun dari mengingat Allah”.
Usaha untuk menemui Allah tidak mesti harus memutus hubungan bermasyarakat. Allah bisa ditemui siapapun, ditempat apapun. Untuk menemui Allah ternyata ada jalan terpendek (mazhud) yakni dengan mendapat bimbingan dari guru mursyid. Rasullullah sendiri telah mencontohkan dalam hal menemui Allah yaitu dengan mikraj yang dilakukan cukup semalaman saja.
Konsep tajalli dipopulerkan secara lebih mendalam oleh Ibn Arabi, seorang teosofi berkebangsaan Spanyol yang terkenal dengan kitab Fushush al-hikam (1 jilid) dan Futuhat al-Makkiyah (4 jilid). Latar belakang konsep tajalli ada dua versi. Pertama, Tuhan dalam kesendinan Nya, sebelum ada alam, ingin melihat diri-Nya di luar din-Nya. Jadi alam ini merupakan cermin bagi Allah SWT. Versi kedua, Tuhan berkehendak untuk diketahui, maka la pun menampakkan Diri-Nya dalam bentuk tajali dan tajallinya adalah alam ini. Penjelasan konsep tajalli tidak sesederhana kedua pemilahan tersebut Manivestasi diri Tuhan itu diuraikan oleh Ibn Arabi. Menurutnya, Zat Tuhan yang mujarrad dan transendental itu bertajali dalam tiga martabat melalui sifat dan asma (nama)-Nya, yang pada akhirnya muncul dalam berbagai wujud konkret-empi-ris. Ketiga, martabat itu adalah cnartabat ahadiyah, martabat wahidiyah, dan martabat tajalli syuhudi (akan diuraikan dalam artikel mendatang). Ketika la ingin melihat Diri-Nya sebagai Al-Haq, maka ia dengan mudah melihat kepada alam (al-khalq), karena dalam tiap-tiap benda itu terdapat sifat ketuhanan. Dari sinilah muncul faham kesatuan dan keutuhan [ittihad), sebagaimana pernah dibahas dalam pembahasan terdahulu. Yang ada di alam ini kelihatan banyak, tetapi sebenarnya itu satu (the one in the many). Seperti orang yang berdiri di hadapan cermin. Ia melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan di sekelilingnya. Didalam tiap cermin ia dapat melihat dirinya dalamjumlah yang banyak tetapi sebenarnya wujudnya hanya satu. Wujud hakekat sebenarnya bukanlah yang di cermin itu melainkan siapa di depan cermin itu.
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka tahapan pendidikan mental itu disempurnakan pada fase tajalli. Tajalli berarti terungkapnya nur gaib untuk hati. Dalam hal ini kaum sufi mendasarkan pendapatnya pada firman Allah SWT : Allah adalah nur (cahaya) langit dan bumi (QS. 24:35 ).
Para sufi sependapat bahwa untuk mencapai tingkat kesempurnaan kesucian jiwa itu hanya dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu. Dengan kesucian jiwa ini, barulah akan terbuka jalan untuk mencapai Tuhan. Tanpa jalan ini tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan itu dan perbuatan yang dilakukan tidak dianggap perbuatan yang baik. (M.M. Syarif :1999).
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia dilengkapi oleh Allah dua hal pokok, yaitu jasmani dan rohani. Dua hal ini memiliki keperluan masing-masing. Jasmani membutuhkan makan, minum, pelampiasan syahwat, keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan kemasyhuran. Rohani, pada sisi lain, membutuhkan kedamaian, ketenteraman, kasih-sayang dan cinta.
Para sufi menegaskan bahwa hakekat sesungguhnya manusia adalah rohaninya. Ia adalah muara segala kebajikan. Kebahagiaan badani sangat tergantung pada kebahagiaan rohani. Sedang, kebahagiaan rohani tidak terikat pada wujud luar jasmani manusia. Sebagai inti hidup, rohani harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Semakin tinggi rohani diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung. Jika rohani berada pada tempat rendah, hina pulalah hidup manusia. Fitrah rohani adalah kemuliaan, jasmani pada kerendahan. Badan yang tidak memiliki rohani tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rendah hewani. Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu kecintaan pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang terpenuhi dengan cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan kebimbangan yang tidak berujung. Hati adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh akan cinta bukan untuk dipenuhi dengan kesibukan pada dunia. Ia harus bersih.
DAFTAR PUSTAKAAs, Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996Said, Usman, dkk. Pengantar Ilmu Tasawuf. Medan : Naspar Djaja,1981http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=945:pemimpin-yang-adil&catid=4:hikmah&Itemid=59http://bataviase.co.id/node/391970http://bhartoyo.wordpress.com/2008/08/09/at-tajalli/http://jalanpincang.com/?p=890
ISLAM
RELATED POSTS
TAMADDUN
Intifadha
GHAZWUL FIKRI: bg-2
1 comment:
adikamaseiAugust 9, 2016 at 9:26 PM
Terima kasih
Reply
BLOG ARCHIVE
POPULAR POSTS
Ushul Fiqih: Al-qur'an Sebagai Sumber Hukum Islam
PENDAHULUAN S yariat Islam adalah ajaran Islam yang membicarakan amal manusia baik sebagai makhluk ciptaan Allah maupun hamba Allah....
ALASAN PENGHAPUSAN PIDANA
Dasar Penghapusan Pidana Harus dibedakan antara dasar peniadaan pidana, seperti penulis diuraikan dengan dasar peniadaan penunt...
TAKHALLI, TAHALLI, TAJALLI
Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap yaitu Takhalli, Tahalli, dan Tajalli. Takhalli, sebagai t...
Aliran - Aliran Filsafat Hukum
Sepanjang sejarah hukum mulai dari zaman yunani atau romawi hingga dewasa ini kita dihadapkan dengan berbagai teori hukum. Dari hasil kaj...
Pasal 27 UUD 1945 (Perbandingan dan Contoh Kasus)
Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. UUD 1945 telah menetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas huk...
Lintas Sejarah: GERAKAN PEREMPUAN
Dalam Perjalanan Sejarahnya 1. Massa Kolonialisme. Pada akhir abad XIX masyarakat Indonesia mulai berubah secara dras...
Sejarah Islam di Sulawesi Utara- Part4
Masjid Kiyai Modjo di Minahasa MASUKNYA SYARIKAT ISLAM Pada tahun 1920 melalui Makmur Lubis yang diutus pimpinan Syarikat Islam (SI...
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Nega...
Hukum Menurut Teori Etis
Tujuan hukum menurut teori etis yang dimaksud disini adalah tujuan hukum menurut aliran atau paham etis. Tujuan hukum adalah arah atau ...
HUKUM-HUKUM WUDHU
Hukum wudhu tidak bersifat mutlak melainkan sesuai kondisi dan kebutuhan. Nah berikut ini akan di tampilkan hukum-hukum wudhu. Saya seder...
GOOGLE+ FOLLOWERS
LABELS
FILSAFAT DAN PEMIKIRAN HUKUM HUKUM-HUKUM ISLAM ISLAM Kesehatan SEJARAH
GOOGLE+ BADGE
© Artfalsafah 2016 . Powered by Blogger . Blogger Templates Created by Weblogtemplates - Designsrock.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar